Konsep Hermeneutika pada 
Asta Brata Kepemimpinan untuk Mengalahkan Sad Ripu Diri (Arketipe Hero Carl G.Jung)

I.Hermeneutika Sebagai Ilmu Tafsir

Pemahaman tentang hermeneutika berkembang pada abad ke 17 dan 18, dan merupakan metode untuk membaca teks. Pengertian hermeneutika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “hermeneuein” yang artinya menafsirkan.

Berdasarkan kata hermeneuin dapat diambil dari tiga arti dasar yang masih dalam lintasan artinya, yaitu to say (mengatakan), to explain (menjelaskan), to translate (menerjemahkan). Ketiga makna ini dapat dijelaskan dengan kata kerja yang mereka tafsirkan, tetapi masing-masing memberi makna yang berbeda dan signifikan untuk interpretasi (oleh Sahiron, pada Zahrani 2023).

Dapat dimaknai bahwa konsep hermeneutika adalah tentang suatu tafsir dari teks sastra. Namun dalam  perkembangannya, ada suatu kecendrungan bahwa Hermeneutika menjadi memiliki peta besar lain untuk perkembangan ilmu pengetahuan.


Hal tersebut dijelaskan oleh Richard E.Palmer dalam bukunya yang membahas tentang teori hermeneutika dari Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, dan Gadamer (1969), oleh Zahrani memberikan suatu rincian dari peta Palmer sebagai berikut :
1. Sebagai teori penafsiran kitab suci.
2. Sebagai metodologi filologi, menitikberatkan hanya pada kosakata atau gramatikal.
3. Sebagai ilmu pemahaman linguistik, berperan mengkritik pada metode filologi dan menawarkan perpaduan gramatikal dan psikologi.
4. Sebagai pondasi metodologi ilmu kemanusiaan.
5. Sebagai gelaja dassein dan p eksistensial.
6. Sebagai sistem pemaknaan.

Corak ini maka dapat dikatakan hermeneutika modren oleh Palmer mampu ditingkatkan dan diterapkan oleh kemajuan ilmu hermeneutika di masa yang akan datang.


Konsep hermeneutika oleh berbagai ahli dapat dimaknai, misalnya oleh Schleiermarcher yang menyatakan bahwa kunci hermeneutika adalah memahami teks secara akurat atau lebih menyeluruh dari sudut pandang pengarang dan memahami tulisan pengarang sendiri secara lebih menyeluruh daripada tulisan sendiri.

Wilhelm Dilthey menyatakan bahwa pendekatan hermeneutika merupakan teknik memahai ekspresi kehidupan yang tersusun dalam bentuk lisan. Dan Ia mengatakan bahwa hermeneutika adalah pondasi utama dari ilmu humaniora.


Kemudian Hans George Gadamer mengungkap ada empat faktor yang terdapat dalam pemaknaan hermeneutik, yaitu
1. Bildung pembentukan jalan pikiran
2. Sensus communis pertimbangan praktis yang baik.
3. Pertimbangan, menggolongkan hal-hal khusus berdasarkan pandang yang universal.
4. Selera yaitu kerawanan intleketual dan campur tangan panca indera.

II.Arketipe Hero Carl G.Jung

Psikoanalisa merupakan salah satu aliran besar dalam sejarah ilmu pengetahuan manusia. Sebagai aliran psikologi, psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian, khususnya struktur, dinamika, dan perkembangannya (Hambali dan Jaenuddin 2013).

Aliran psikologi ini dikembangkan secara besar dan berpengaruh pada perkembangan pengetahuan oleh Sigmund Freud dan juga Carl Gustav Jung.
Sigmund Freud membahas psikoanalisa di mana manusia memiliki Struktur kepribadian yaitu Id merupakan libido murni atau energi psikis yang bersifat irasional dan berkarakter seksual yang secara instingtual menentukan proses-proses tanpa sadar. Kemudian ada ego yang disebut pengatur kepribadian karena perannya sebagai penyalur energi-energi id kepada saluran tepat yang diterima. Superego adalah difenrensiasi terakhir penanaman standar moral yang diterima ego dari suatu agen otoritas lingkungan (Hambali dan Jaenuddin 2013).


Carl Gustav Jung juga membahas tentang konsep psikoanalisa dan merupakan sahabat pada awalnya dengan Freud, namun kemudian memiliki suatu pemahaman yang berbeda mengenai psikoanalisa. Hal utama yang dipercayai oleh Jung adalah bahwa setiap diri kita dimotivasikan bukan hanya pengalaman-pengalaman yang direpresi, melainkan juga oleh pengalaman-pengalaman yang bernada emosi yang diwarisi oleh nenek moyang kita.Dan bahasa simbolik terhadap alam bawah sadar disebut dengan arketipe. Arketipe itu secara universal dikatakan hadir dalam alam bawah sadar yang kolektif.

Ada berbagai konsep arketipe dalam pemahaman Jung, Ibu Divinitas, Trickster, Anima Animus, atau Hero beserta yang lainnya.
Arketipe Hero yang berada dalam alam bawah sadar kolektif manusia, yang dikatakan oleh Jung sebagai daya hidup psikis libido, melambangkan dirinya sebagai sinar matahari atau mempersonifikasikan dirinya dalam sosok pahlawan beratribut matahari dikatakan oleh Carl Jung (Terjemahan  Kharisma, 2022).

Carl Jung juga membahas tentang banyaknya simbolisme dari kelaki-lakian yang berasal dari mitos kuno seperti dewa androgini, kemudian pula Dewa Frigia. Pahlawan adalah sebagai simbol libido ego yang sedang berkembang, yang pula mengungkapkan keinginan ego untuk menggantikan ketergantungan pada ketidaksadaran dengan pengarahan diri sendiri.

Seperti terlihat simbolisme dari palus atau kelaki-lakian adalah suatu konsep libido diri yang pula berasal dari mitologi-mitologi kuno dan terkumpul pada alam bawah sadar kolektif manusia. Dalam hal ini ketika dihubungkan pada simbolisme hero pada mitologi dewa di Asta Brata. Maka bisa jadi libido diri yang mengarah pada suatu keadaan ambisi kehidupan, mampu diarahkan dengan baik ketika termaknai dalam ranah menyadarkan diri manusia.

III. Sifati Dewa Asta Brata dalam Sloka.
Dewa sebagai sinar suci yang Kuasa (Brahman), merupakan suatu wujud super, wujud yang penuh kekuatan, kebijaksanaan dan wakil atau simbol yang kuasa dalam menjalankan diriNya di dunia. Sebagaimana kisah-kisah yang terpampang dan tercantum pada weda menunjukkan kedigjayaan mereka para Dewa. Termasuk pula kisah-kisah heroik mereka pada purana-purana.

Kisah-kisah mereka pun memberikan inspirasi bagi manusia.
Dewa sebagai manifestasi Brahman (Tuhan YME), merupakan perwujudan atau kepribadian dari sifat-sifat sattwam yang penuh etika di samping pula pemberani dan memiliki kewibawaan tinggi.

Lalu sebagaimana sifatNya pun menjadi cermin dan sebagai inspirasi bagi manusia sendiri untuk bersikap dan tentunya pula berkepribadian pemimpin. Pemimpin yang mampu menyelesaikan pelbagai permasalahan serta menjadi tauladan juga memakmurkan bumi, mensejahterakan masyarakatnya.

Dalam konsep hindu, telah ada bagaimana selayaknya pemimpin itu yang berkepribadian “dewa” yang dibanggakan rakyat-rakyatnya. Konsep itu antara lain adalah konsep asta brata yang tercantum baik pada itihasa ramayana atau pada manawa dharma sastra.

Sloka tersebut adalah :
Kekawin Ramayana Sarga 21
“Sang hyang indra, yamam, surya, candra, nilakwera, bharunagni nahan wwalu sirata maka angga bhupati matang sira ni nesthi asta brata” Artinya : Sang Hyang Indra, Yama, Surya, Candra, dan Bayu, sanghyang Kuwera, Waruna, dan Agni itu semuanya delapan. Semua beliau itu menjadi pribadi sang pemimpin (raja). Oleh karena itulah beliau harus memuja asta brata.

Nihan brata sang Indra lapensira, an hudanaken tumraping jagat, sira ta tuladen ta Indra Brata, saudana yan hudan ta rat menyabi “
Artinya : Laku Hyang Indra itulah hendaknya engkau tiru, yaitu hendaknya engkau menghujankan (memberikan) kemakmuran, sehingga menggenangi seluruh lapisan masyarakat.

Yama brata dumandha karena ala sirakana malung maling yan pejah umelwa kita malwa ngolah salah asing ngumamrang sarat prih pati”

Artinya : Brata Sang Hyang Yama menghukum orang yang berbuat salah. Beliaulah yang menghukum roh pencuri kalau sdh mati. Patutlah kita ikut menghukum orang yang bersalah. Setiap yang membikin kacaunya masyarakat patut dilenyapkan.

“Bhatara Rawi mengisap wai lana, ndan kara canih danira, samangkana kita alap menggahan, tatan gelana surya brata
Artinya : Bhatara Rawi (Surya) selalu mengisap air, tiada henti-hentinya, perlahan-lahan, demikianlah tindakannya. Hendaknya dalam mengambil suatu hasil, janganlah tergesa-gesa itulah laku Dewa Surya.

“Sasi brata umarsa kang rat kabeh, Ulah ta merdu komala yan kanton, Guyunta mamanis ya tulya amerta, Asin matuha pandita swagata
Artinya : Brata Sang Hyang Chandra membuat senang semua masyarakat laksana Mu agar simpatik (menarik) dipandang, senyuman manis berseri-seri bagaikan amerta.

“Anginta kita yat panginte ulah, kuma wruhana budining rat kabeh. Sucara yapanonta tata katon, ya dibya guna suksma bayu brata”.
Artinya: agar seperti angin itulah engkau ketika menyelidiki keadaan rakyat, supaya engkau mengetahui kehendak masyarakat yang sebenarnya. kepandaian sebagai penglihatanmu yang kamu tidak ketahui itu, adalah sifat utama yang amat rahasia bernama Bayu Brata.

“Mamukya ngupa bhoga sinambin nginak taman penepengang pangan muang nginum, manadanga mabusana mahyas, nahanta danadha brata nuntirum”
Artinya : ada waktu menikmati makanan dan hiburan jangan terlalu tamak dengan makan dan minum. Demikian juga berpakaian dan berhias diri itulah beberatan Sang Hyang Kuwera yang patut ditiru.

Bhatara bharunangga sanjata, maha wisaya naga pasa ngapus, sira ta tuladanta pasa brata, kita mapusanang watak durjana”.
Artinya : Sang Hyang Baruna selalu beliau memegang senjata, sangat bertuah dililit oleh naga pasa, beliau itu patut ditiru bratanya, begitulah engkau harus mengikat semua yang berbuat salah.

“Lanang gesengi satru bahni brata, galakta rimusuh yeka puw, asing saina santa sirna pasah, yetekana sinanguhagni brata
Artinya : Yang selalu membasmi musuh itu adalah agni brata, semangat membasmi musuh itu sebagai kobarannya, setiap musuh yang akan dihadapinya hancur berantakan, yang demikian itulah bratanya Sang Hyang Agni.

Jadi dapat terlihat bahwa asta brata merupakan sifat-sifat yang hendaknya diketahui serta diamalkan oleh seorang pemimpin. Asta brata secara jelas adalah sebagai berikut :
1. Sang Hyang Indra : Sebagai dewa penguasa hujan dan kemakmuran,maka hendaknya seorang pemimpin memiliki tujuan utama untuk mendatangkan hujan atau kemakmuran kepada rakyatnya. Karena rakyat yang makmur adalah suatu tanda bahwa Ia adalah memang seorang pemimpin yang berhasil.


2. Sang Hyang Yama : sebagai dewa yang menghukum, artinya bahwa seorang pemimpin tegas dan tidak pandang bulu dalam memberikan hukuman bagi mereka yang bersalah.(bukan dengan memandang materinya).


3. Sang Hyang Surya : di mana seorang pemimpin selayaknya mampu memberikan sinar seperti matahari dan penerangan yang bijaksana, sebagai seorang pendidik dan mampu mencerahkan masyarakat menuju ke kesejahteraan.


4. Sang Hyang Chandra  : seperti bulan yang menyejukkan dan lembut, maka seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat dan sikap ramah dan selalu menampilkan senyum menyejukkan yang akan semakin dicintai rakyatnya.


5. Sang Hyang Bayu : yaitu bagai angin yang menuju tekanan lebih rendah dari tinggi dan artinya pemimpin itu mampu mendapatkan suatu informasi serta dekat dengan rakyatnya dan mengetahui nasib mereka dalam keseharian.


6. Sang Hyang Kuwera/Dana Brata : yaitu bahwa pemimpin harus bijak dan mampu mengelola dana(artha) secara efisien, efektif, sekaligus ekonomis dan tepat guna dan tidak berlebihan atau bahkan menggelapkan dana yang seharusnya milik rakyat tersebut.


7. Sang Hyang Baruna : sebagai lautan, di mana tempat terakhir manusia untuk berlabuh dan menyucikan serta menyembuhkan segala kesakitan dunia, maka pemimpin sekehendaknya bisa menjadi seseorang yang bisa menghapus keragu-raguan dari rakyat, dan dengan tidak adanya keraguan maka optimisme untuk menyehatkan pikiran dari rakyat akan tercapai.


8. Sang Hyang Agni.: seperti api yang selalu menjadi penyemangat dan memotivasi semua manusia, itulah bahwa seorang pemimpin hendaknya menjadi.


Jadi dapat dikatakan bahwa konsep arketipe hero dari suatu pemahaman Asta Brata ini, bisa jadi masih terpendam untuk digali pada jiwa manusia tersebut. Ia terpendam dalam alam bawah sadar manusia dan perlunya diberikan ruang kebersadaran bahwa hero itu pun perlu dikendalikan sedemikan rupa untuk menjadi baik dalam dunia nyata.


Tentunya konsep tafsir (hermeneutika) di sini, memiliki banyak ruang untuk dikembangkan kembali. Bukan saja dalam kepemimpinan dalam skala besar, tapi juga kepemimpinan akan diri untuk mengalahkan sang musuh dalam diri. Pada dasarnya pola pemetaan Palmer yang menyatakan hermeneutika sebagai pondasi dalam ilmu humanis sangat benar adanya.


IV.Asta Brata dalam Menaklukkan Sad Ripu


Asta Brata biasanya secara umum diterapkan pada konsep kepemimpinan. Namun itu pun secara meluas bisa diterapkan pada ruang lebih sempit, seperti konsep keluarga atau pula konsep diri. Hero untuk mengalahkan musuh diri, dan perlunya untuk memahami apa yang disebut musuh.
Musuh diri dalam kehinduan pada konsep leksikon hindu, telah dikenal dengan sangat baik oleh kalangan umat Hindu.

Sad ripu atau enam musuh adalah yang digunakan sebagai tema utama pada upacara potong gigi dalam ritual hindu. Ketika diimplementasikan pada kehidupan sehari-sehari, dapat pula disandingkan dengan Asta Brata sebagai pemvisualisasian hero yang menghancurkan enam musuhnya itu.

Sad Ripu sendiri terdiri dari :
• Moha yaitu kebingungan.
• Mada yaitu kemabukan.
• Krodha yaitu kemarahan.
• Kama yaitu hawa nafsu.
• Matsarya yaitu iri hati.
• Lobha yaitu kerakusan.

Asta Brata yang merupakan sifati delapan dewata diri, dapat merasuk ke dalam kesadaran manusia, atau tersadarkan dari dalam alam bawah sadar manusia untuk melebur atau mengalahkan sang musuh.

Seperti misalnya laku Sang Hyang Surya yaitu memberikan kebijaksanaan penerangan ke dalam diri, dengan mendapatkan pembelajaran pengetahuan jnana, kemudian pun hal itu dapat meleburkan sang Moha. Itu karena tekunnya diri dalam brata peningkatan diri. Ini pun mampu untuk meleburkan Kama yang berlebih. Dapat pula menghindarkan diri dari sifat yang memabukkan atau Mada.

Laku Sang Hyang Chandra sebagai yang menyejukkan seluruh masyarakat, ramah dan tamah, tentunya ketika diterapkan dalam diri akan menjadi konsep kesabaran. Tidak ada dalam dirinya suatu Krodha kemarahan yang tidak terkontrol atau menjadi kebiasaan. Begitu pula sifat krodha yang dikontrol akan memberikan sifat ramah tamah dan mudah bersosialisasi.

Laku Sang Hyang Indera sebagai pemberi kemakmuran atau bisa disebut pencari kemakmuran, adalah perlambang sebagai seseorang yang penuh kerja keras dalam menjalani hidup. Sebagai seorang karma marga yang tekun bekerja, yang dalam hal ini bisa menghindarkan diri dari sifat Matsarya iri hati, karena mampu meningkatkan diri sendiri dan waktu yang tidak terbengkalai. Atau pula membuat konsep Kama (ambisi) menjadi nyata dan tidak hanya ada dalam diri saja. Kama yang dapat diungkapan sesuai ranah kesusilaan menjadi ambisi yang terimplementasikan dengan konsep Karma Marga.

Laku Sang Hyang Kubera adalah pengelolaan dana yang bijak serta efisien. Penting sekali dalam kehidupan berkarma marga, atau pula dalam kehidupan keluarga serta diri untuk mengelola keuangan dengan baik. Bila perlu ada pencatatan tertentu seperti yang dilakukan Hyang Kubera sebagai akuntan Para Dewa. Hal ini mampu untuk meleburkan sifat Lobha pada diri untuk selalu efisien dalam hidup, serta mengurangi Kama yang berlebih. Dengan itu pula mampu meminimalisir sesuatu yang membuat Mada atau memabukkan.

Sang Hyang Bayu adalah seorang yang bijak dalam memberikan informasi dengan baik, menelaah informasi dan mendapatkan informasi dengan baik pula. Untuk juga menghindari fitnah serta memberi penilaian atas isu-isu yang tidak baik. Hal ini dapat menghindari kebingungan atau Moha, serta dapat pula meniadakan sifat keirihatian Matsarya akibat mendapatkan informasi atas sesuatu yang tidak jelas misalnya.

Laku Sang Hyang Yama dan juga Sang Hyang Agni yaitu sifat untuk selalu adil dalam melihat sesuatu hal, kemudian pula sifat yang meleburkan niat-niat jahat yang menyerang sang diri. Konsep ini dapat meleburkan Matsarya yang datang menyerang dari luar atau dari dalam, Krodha yang menyerang dari luar atau dari dalam sehingga timbul sifat Ksama atau kesabaran. Kama pun bisa dilebur dengan api motivasi untuk kemudian dipilah dipilih mana yang layak untuk terkondisikan di dunia nyata.

Laku Sang Hyang Baruna yaitu di mana dapat mengikat niat buruk musuh, serta sebagai tempat berakhirnya seluruh air di daratan. Sebagai tempat keluh kesah dan sebagai tempat melepaskan seluruh beban diri. Selayaknya ranah meditasi atau kontemplasi untuk melihat potensi dan kemampuan diri, meregenerasi jiwa, meluangkan waktu sejenak untuk meneliti batin, hal itu pun menjadi sangat berperan dalam menguatkan tubuh secara rohani jasmani spiritualitas. Sang Kama menjadi terkontrol, Sang Moha Mada bisa tersirnakan, dan Sang Krodha bisa terkonversikan menjadi sesuatu yang lebih lembut adanya. Ini laku Sang Hyang Baruna yang merasuk ke dalam diri.


Maka dapat disimpulkan bahwa Arketipe Hero dalam diri dapat termanifestasikan pada konsep Asta Brata sebagaimana pula Carl Jung yang banyak mendapatkan inspirasi dari kisah-kisah heroik dewa dewi di masa lalu untuk membentuk teori alam bawah sadar kolektifnya.

Kemudian pula sloka-sloka mengenai Asta Brata dapat ditafsirkan dengan baik sebagai konsep pahlawan dalam alam bawah sadar diri untuk dibangkitkan sedemikian rupa, untuk dimanfaatkan dalam kehidupan. Salah satunya untuk menundukkan Sad ripu di dalam diri, serta menguatkan diri dalam menjalani perjalanan kehidupan.


Daftar Pustaka
Hambali, Adang dan Jaenudin, Ujam (2013). Psikologi Kepribadian (lanjutan) Penerbit Pustaka Setia Bandung.

Jung, Carl G. (2018). Manusia dan Simbol-Simbol (Terjemahan). Penerbit Basabasi  Yogyakarta

Jung,Carl G. (2020). Empat Arketipe (Terjemahan). Penerbit IRCiSod   Yogyakarta.

Jung,Carl G. (2017). Psikologi dan Agama (Terjemahan). Penerbit IRCiSod Yogyakarta.

Jung, Carl G. (2022). Maskulin (Terjemahan). Penerbit IRCiSod Yogyakarta.

Kadjeng, I Nyoman, dkk. 1997. Sarasamuscaya (dalam teks Bahasa Sanskerta dan Jawa Kuna). Surabaya: Penerbit Paramita.

Palguna. IBM Dharma. 2008. Leksikon Hindu. Lombok: Penerbit SadampatyAksara

Pudja G.,M.A., Rai Sudharta, Tjokorda, M.A. 1996. Manawa Dharmasastra (Weda Smreti Compendium Hindu). Jakarta:Penerbit Hanuman Sakti.

Suhardana (2010). Wraspatti Tattwa (Sebagai Filsafat Agama Hindu), Penerbit Paramita.

Wardana, Lingga I.B. (2021). Ke Mana Kita Setelah Mati (Menganalisa Mayaguna). Penerbit Kalvatar Tastra Aksara Denpasar

Wardana, Lingga I.B. (2022).  Susila Dalam Sloka. Penerbit Kalvatar Tastra Aksara Denpasar

Zahrani, Hani dan Rubini (2023). Pendekatan Hermeneutika dalam Kajian Islam.Saliha Jurnal Pendidikan dan Agama Islam Volume 6 no.2. Juli 2023.


Eksplorasi konten lain dari Kalvatar Tastra Aksara (DharmaNya Tanpa Batas)

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pengelola Web Kalvatar Tastra Aksara

Ida Bagus Lingga Wardana, S.E, M.Sos., CH.,CHt., CFHPSy

Lulusan Pasca Sarjana S2 ilmu Agama dan Kebudayaan Unhi, saat ini sedang mengemban pendidikan S3 untuk Ilmu Agama dan Kebudayaan di Unhi

Merupakan Founder dari Penerbit Kalvatar Tastra Aksara, Penerbit buku-buku religi dan spiritualitas.

Serta membuka Konsultasi Psikologi Tarot Reading Kanda Pat Suksma Kalvatar Bali. Dengan Nomor Ijin Praktek,

STPT 570/STPT/0022/IX/DPM-PMTSP 2023

Alamat Jalan Tukad Balian 70x Sidakarya (Sebelah Kedai Magisa)

Kalvatar Tastra Aksara

Jl. Tukad Yeh Aya ruko No.70x blok A2, Panjer, Kec. Denpasar Bar., Kota Denpasar, Bali 80224

https://maps.app.goo.gl/GBnJXoDBh7UMLBRs6

Related posts

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-9735786260076542"
     crossorigin="anonymous"></script>
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-9735786260076542"
     crossorigin="anonymous"></script>

Eksplorasi konten lain dari Kalvatar Tastra Aksara (DharmaNya Tanpa Batas)

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca