om swastyastu…
di dalam menjalani segala apa-apa yang disuarakan kepada Beliau sang Khalik…
maka manusia khususnya dalam tuntunan pemahaman Hindu, paling tidak memiliki berbagai variasi dalam memujaNya…
tiada terbantahkan di suatu sisi, dogma mengajarkan agar Beliau tidak direndahkan sebagaimana diceritakan dalam arca dan citra Tuhan yang lain…
tapi apa dapat dikatakan, jika manusia memiliki segala kekurangan dalam dirinya sebagai mahluk Tuhan..
daya imajinasi, daya pikir, daya terhadap kekosongan akan citra diri Tuhan..hal itu dapat dikatakan sebagai penghalang atau tembok besar untuk menelaah bagaimana mendekati Beliau yang sangat kompleks..
seperti yang disebutkan dalam mahabrata..tersingkaplah bahwa Ekalawya sebagai rival Arjuna pada waktu itu, tidak diberikan kesempatan untuk menjadi murid Bhagawan Drona..karena ia adalah bukan keluarga dan tidak mempunyai pertalian darah..
Ekalawya karena merasa bahwa hanya Drona yang pantas menjadi gurunya, maka ia membuat patung beliau dan mempersembahkan apa yang dia miliki sebelum berlatih setiap hari…Singkatnya Ekalawya pun menjadi seperti Arjuna, karena energi atau rasa tulus ikhlas yang telah diberikan, menjadi aura-aura positif yang mengantarkannya menjadi pemanah unggul…
itu salah satu dari peran arca dan citra …mendekatkan diri dengan yang disembah..
arca-arca yang tersucikan juga bila ditelaah dengan menggunakan energi prana yang berkembang di jaman modern ini, juga diibaratkan memiliki energi atau aura-aura positif…sebagai gambaran, apakah rasamu ternegatifkan jika membawa arca-arca Beliau ke kamar mandi??pastilah rasa tidak mengizinkan…
secara filosofi hindu..mengarcakan Beliau dan memberikan citra Beliau, tidaklah suatu yang terdefinisikan salah..karena hubungan Beliau dengan umatnya adalah suatu privasi yang tinggi dan mengandung sikap toleransi bagi yang terbicarakan…
namun dari buku yang ditulis oleh Dr.Wayan Jendra,SU (Cara Mencapai Moksa di Jaman Khali:23:1998)..disebutkan sebagai berikut bahwa terdapat motivasi bakti dan cara-caranya..yaitu:
1.Mukhya Bakti : cara bakti dengan melayani Tuhan atau mediumnya dalam berbagai replika mini seperti pretima, patung, gambar, dan lain-lainnya.Hal tersebut dikatakan sebagai pujari. Yang juga mencuci pratima, patung dan sarana lainnya dalam ruang puja.
2.Para Bakti : Para artinya “tinggi” yang digabungkan menjadi bakti bhakta yang tinggi. Yaitu tanpa motivasi yang bersifat duniawi. Sloka Bhagawadgita disebutkan sebagai berikut:
“Sama satrau cha mictre cha
tatha manapamanayoh
sithosna sukhaduhkhesu
samah sangavivarjitah
(Gita,XII,18) yang berarti..
Berlaku sama terhadapa lawan dan kawan, sama dalam pujian dan celaan, sama dalam panas dan dingin, suka dan duka, bebas dari belenggu keinginan..Jadi mengandung sifat satwik yang penuh keharmonisan..Bakti ini adalah bakti tertinggi dari bakti yang telah disebutkan..
Jadi manusia sebagai perkembangan jaman juga semakin tinggi suatu pembelajaran terhadap bagaimana cara mendekatkan diri kepada Sang Khalik…dan kembali juga bakti pada jaman kali yang termudah serta yang disarankan adalah melakukan japa-japa terhadap keberadaan Beliau seperti yang sudah diceritakan sebelumnya…
manusia pun memilki tahapan kehidupan dalam menghadapi jamannya masing2..tanpa disadari atau disadari sepenuhnya, manusia memiliki sikap-sikap berkompetisi untuk menjadi yang terbaik, tertinggi, tersempurna di mata Beliau…jadi semakin tinggi semakin baik..bukan begitu…
namun jangan disangkal pula terdapat tahapan-tahapan yang menuju ke arah tertinggi…dan jalan itu bergelombang, terjal..jangan sampai terjatuh pada suatu sifat mayavadi…
om santi santi santi om…