Kata “Ekonomi” adalah sebuah kata yang mustahil dipisahkan dengan barisan kata Kesejahteraan, Kemakmuran, atau bahkan Kemahardikaan. Namun sebelum mencibir atau berprasangka buruk, akibat maraknya kewenang-wenangan yang berbuat seenak udel bodongnya, ya untuk mensejahterakan, memakmurkan kalangan sendiri, golongan sendiri, atau bahkan diri sendiri. Yang pasti sebuah kemahardikaan sepertinya tiada dirasakan bagi mereka tentunya.Sebuah kebebasan yang nyata dalam sekala serta niskala.
Apakah ekonomi itu, atau dalam sebutan Kitab Sarasamuscaya adalah Artha itu sendiri, yang tentunya telah diketahui menjadi bagian dalam catur purusa artha bersama Dharma sebagai dasar, Kama sebagai motivasi, dan Moksa sebagai tujuan Akhir. Sejak era Adam smith dalam menumbuhkan kata Kapitalisme sebagai keberlanjutan serta dekontruksi sosial atas Merkantilisme, maka hal terpenting dari PahamnNya (Adam Smith), yaitu Kapital itu dengan perlakuan yang sesuai adalah akan memberikan pemerataan yang sesuai dari lapisan atas sampai pula ke lapisan terbawah pada akhirnya. Jadi bahwa dengan pemerataan itu maka roda perekonomian dengan meningkatkan produksi di saat memiliki kapasitas pribadi akan berlanjut menuju kesejahteraan yang diusahakan secara merata baik diri sendiri, atau dengan berkelompok. Merata dalam artian itu adalah tingkat kesenjangan yang diusahakan diminalisir. Maksud Adam Smith adalah bahwa moralitas dalam bentuk “kasih” akan dilaksanakan diusahakan menuju suatu perbaikan sampai pada kesejahteraan itu sendiri. Itu inti yang diinginkan Adam SMith.
Kembali pada kata ekonomi sendiri, Maka teringat prinsip bahwa dengan pengeluaran sekecil2nya mendapatkan penghasilan sebesar2nya..atau kebutuhan(keinginan) manusia itu tidak terbatas dan alat pemuas kebutuhan terbatas.Sepertinya sedikit kontradiksi jika dihadapkan pada dunia adalah sebuah persinggahan dan “kemelekatan” akan dunia menghambat “santi”atau menuju ke arah “sunya” dalam kemoksaan atau mahardika itu sendiri. Lalu jika tanpa moralitas, maka apa yang terjadi adalah kelicikan, dan lobha(greed) keserakahan adalah keinginan yang tidak terbatas.
Lobha (Greed) Keserakahan sendiri adalah bagian dari Sad Ripu
Lobha artinya kerakusan. Artinya suatu sifat yang selalu menginginkan lebih melebihi kapasitas yang dimilikinya. Untuk mendapatkan kenikmatan dunia dengan merasa selalu kekurangan, walaupun ia sudah mendapatnya secara cukup. Seperti misal lobha dalam mendapatkan harta seperti disebutkan dalam :
Sarasamuscaya 267.
Jatasya hi kule mukhye paravittesu grhdyatah lobhasca prajnamahanti prajna hanta hasa sriyam.
Yadyapin kulaja ikang wwang, yan engine ring pradryabaharana, hilang kaprajnan ika dening kalobhanya, hilangning kaprajnanya, ya ta humilangken srinya, halep nya salwirning wibhawanya
Biar pun orang berketurunan mulia, jika berkeinginan merampas kepunyaan orang lain; maka hilanglah kearifannya karena kelobhaanya; apabila telah hilang kearifannya itu itulah yang menghilangkan kemuliaannya dan seluruh kemegahannya.
https://linggahindusblog.wordpress.com/2012/01/29/mengendalikan-sad-ripu-dengan-sarasamuscaya/
Jadi hanya dengan berkeinginan saja sudah menyebabkan Ia mendapatkan hasil karma yang buruk.
Dan selanjutnya dapat dijelaskan:
Sarasamuscaya 266
Hana yartha ulihlning parikleca, ulihning anyanya kuneng,
Athawa kasembahaning catru kuneng, hetunya ikang artha mangkana kramanya, tan kenginakena ika
Artinya : Adalah uang yang diperoleh dengan jalan jahat, uang yang diperoleh dengan jalan melanggar hukum atau pun uang persembahan musuh, uang yang demikian halnya jangan hendaknya diinginkan.
Jadi Adharma adalah suatu hal yang hanya mendapatkan hasil karma yang tidak mungkin baik, atau seperti yang diketahui secara universal, neraka itu hasilnya. Reinkarnasi buruk hasilnya, atau yang benar-benar tidak diharapkan adalah karma wasana yaitu dosa yang diterima oleh keluarga, dosa diwarisi, turun temurun.
Satu lagi akan suatu pencurian artha. Yaitu :
Sarasamuscaya 149
Yapwan mangke kraman ikang wwang, angalap masning mamas, makapanghada kasaktinya, kwehning hambanya, tatan mas nika juga inalap nika, apa pwa dharma, artha , kama, nika milu kalap denika..
Artinya : Jika orang yang merampas kekayaan orang lain dengan berpegang teguh kepada kekuatannya dan banyak pengikutnya, malahan bukan haga kekayaan hasil curiannya saja yang terampas darinya, tetapi juga dharma, artha kamanya itu terampas oleh karena perbuatannya.
Dalam hal ini karmapala adalah sebagai dasar yang nyata, yang berarti bahwa ia akan Nantinya cepat atau lambat dan pasti bahwa kebaikan (dharma),harta, dan mimpinya (kama) akan lenyap.
Maka dengan berbagai saran serta peringatan atau pula sebuah hukum karma yang tercantum pada Sarasamuscya, maka dapat diselaraskan pada semangat moralitas dari Adam SMith tersebut yang tercantum pada awal tulisan ini.
Lalu dalam Sarasamuscaya juga terdapat bagaimana hendaknya Artha itu digunakan dalam menjalani sebuah lakon kehidupan.
Sarasamuscaya 262
Nuhan kramanyan pinatelu, ikang sabhaga, sadhana rikasiddhaning dharma, ikang kaping rwaning bhaga sadhanari kasiddhaning artha ika, wrddhyakena muwah, mangkanakramanya pinatiga, denika sang mahyun, manggihakenang hayu.
Demikian duduknya makan dibagi tiga (hasil usaha itu), satu bagian guna mencapai dharma, bagian yang kedua adalah untuk memenuhi kama, dan yang ketiga diuntukkan bagi melakukan kegiatan usaha di dalam bidang arhtha, ekonomi,agar berkembang kembali, demikian duduknya, maka dibagi tiga, oleh karena yang ingin beroleh kebahagiaan.
Seindah artinya bahwa melakukan dharma, keberhakan mendapatkan kama, serta melakukan kegiatan ekonomi adalah tiga hal yang disarankan dari sarasamucaya.
Daftar pustaka
Kadjeng I Nyoman, 1997, Sarasamuscaya dengan teks bahsa Sansekerta dan Jawa Kuno, Paramita.
Mark SKousen,2009, Sang Maestro “Teori-teori ekonomi modern”;Sejarah pemikiran sosial.
https://linggahindusblog.wordpress.com/2012/01/29/mengendalikan-sad-ripu-dengan-sarasamuscaya/