Seperti sebuah siklus akuntansi. hahaha.yaps…sebuah perhitungan yang diketemukan sebelum jaman posmodern ini, bisa juga diberikan suatu catatan penting yang ada pada teori-teori kehidupan (baca:agama) yang sebenarnya masih cukup relevan untuk memandang lebih jauh ke depan serta konsep kekinian. Namun ada beberapa asumsi-asumsi yang patut diberikan sedikit keberpahaman masing-masing.
Bahwa asumsi yang ada adalah bahwa keyakinan akan sancita karmapala di mana karma saat ini adalah dari kehidupan terdahulu apakah itu suatu yang baik atau pun karma buruk. Namun setelah itu, lebih jauh berdasarkan keberlakuan yang memiliki rasio sattwam, rajas, serta tamas, maka manusia akan mendapatkan kelahiran yang sesuai. Hal tersebut terdapat pada wrespatti tattwa di mana Sattwam yang lebih banyak akan moksa tidak lahir kembali. dan lainnya bahwa manusia dengan rajas dibarengi sattwam akan menuju surga, serta rajas saja akan menuju neraka. Yan digarisbawahi adalah semua manusia itu lahir kedunia akibat keseimbangan sattwam rajas tamas. Dan dengan itu manusia sekarang akan mengemban tamas rajas dan sattwam yang sama, apa pun itu.
Melanjut dari itu, bahwa saldo debit kredit manusia lahir di dunia, di pastikan akan seimbang atau sama dengan satu sama dengan nol kesemuanya. Tapi tidak sepenuhnya seperti itu, karena pada dasarnya kelahiran manusia ke dunia adalah telah membawa karma yang dari keseimbangan itu dan masih ada kelebihan sedikit atas tri guna tersebut. Apakah itu sattwam atau rajas serta tamas. Bisa menjadi suatu sifat bisa pula menjadi suatu hal yang mempengaruhi tempat dan kondisi kelahiran. Sebagai contoh apa yang dikatakan sarasamuscaya 21..
Sarasamuscaya 21.
Kunang Ikang wwang gumawayikang subhakarma, janmanyan sangke rig swarga delaha,litu hayu maguna, sujanma, sugih, mawiirya, phalaning subhakarmawasana tinemuya.
Artinya: Maka orang yang melakukan perbuatan baik, kelahirannya dari sorga kelak menjadi orang yang rupawan, gunawan, muliawan, hartawan, dan, berkekuasaan :buah hasil perbuatan yang baik, didapat olehnya.
Jadi dengan itu dapat dikatakan kehidupannya dimulai dengan saldo debit positif pada bagian sattwam yg mempengaruhi rajasnya. Saldo debit pada kas karma baik. Seperti pula disebutkan bahwa keberuntungan untuk menjadi manusia, walaupun Ia memiliki saldo karma buruk. Hal tersebut disebutkan dalam sloka berikut :
Sarasamuscaya 3.
Matangnyan hawya juga wwang manastapa,an tan paribhawa, si dadi wwang ta pwa kagongakena ri ambek apayapan paramadurlabha iking si janmamanusa ngaranya, yadyapi candalayoni tuwi.
Artinya : Oleh karena itu, janganlah sekali-sekali bersedih hati; skalipun hidupmu tidak makmur, dilahirkan menjadi manusia itu, hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjad manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun.
Dengan sloka di atas, maka dapat dikatakan bahwa karma itu dibawa sampai ia hidup kembali, mungkin saja dengan bersaldo kredit negatif pada sisi karma baiknya. Namun dengan berbuat suatu dharma, maka tentu saja karma buruk itu akan semakin berkurang-berkurang dan sampai pada menambah suatu saldo positif di sisi akun karma.
Keterikatan akan karma baik itu buruk atau sebaliknya, akan menjadi suatu perjalanan tersendiri dalam kehidupan manusia itu. Dalam kehidupan,maka baiknya adalah bagaimana untuk membentuk dan berpikir secara “kekinian”. Kekinian yang memberikan kita sedikit renungan bahwa kita hidup di sini, sekarang, saat ini untuk tetap berpijak pada bumi “saat ini”. Maka kita akan menyadari bahwa kita adalah hari ini yang dibentuk dari kumpulan-kumpulan karma masa lalu yang masih menjadi saldo untuk dinikmati atau masih harus dirasakan sedemikian rupa. Dengan “sadar”itu maka kita bisa masuk dalam keadaan bahwa kita “bukan siapa-siapa” dan kita hanya setitik debu di angin yang hanya menginginkan “lenyap” agar tidak lagi menapaki “maya” dunia serta segenap kesakitan, kesengsaraan, termasuk pula kesenangan (pemaksaan rasa yg menghasilkan karma). Jadi memberikan suatu “rasa” bahwa kedua kutub itu memberikan sensasi yang sama—>(kesakitan=pembelajaran-karma yg belum dinikmati),kesenangan (ujian kelepasan-karma yg belum dinikmati) – maka persiapan selanjutnya adalah untuk memikirkan, mengatakan, melaksanakan Keagungan Dharma. Sedikit tentang itu :
Sarasamuscaya 18.
Mwang kottaman ikang dharma, prasiddha sangkaning hitawasana, irikan mulahaken ya, mwang pinakasraya sang pandita,sangksepanya, dharma mantasakenikang triloka.
Artinya : Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumbernya darang kebahagiaan bagi yang melaksanakannya, lagipula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu, tegasnya hanya dharma yg dapat melebur dosa triloka atau jagat tiga ini.
Jadi dengan mengurangi keberpikiran, keterikatan, serta keternikmatan atas karma yang lalu, kita akhrinya hidup dalam masa kini dan melebut “itu” sendiri, walaupun masih akan terasa di hidupan. Dengan memberi start atau memulai melaksanakan dharma, maka lambat laun karma buruk akan lenyap walaupun kita merasakan masih itu, tapi keterlupaan karena menyibukkan diri pada dharma akan membuat ujian melaksanakan dharma adalah sebagai pembelajaran tersendiri.
Dan jika karma baik ditambah oleh suatu dharma, tidak bisa membayangkan akan apa nanti kebahagiaan yang ada pada saat nanti. Saldo surplus karma baik akan tercapai. Semoga.
Astu_/\_ngkara
sumber:
Sarasamuscaya.
Bukan siapa-siapa..