Sebuah Wajah dari Upacara(ritualitas) di Bali (hindu)…

image

Agama sebagai wajah dari perjalanan hidup manusia, tidak akan lepas dari upacara atau ritual. Dalam hal ini, identitas dari pemeluknya akan tergambar dengan sangat jelas di wilayah ritual tersebut.  Upacara merupakan pula bentuk akhir dari segala pemahaman filsafati adi luhung tentang keMahaKuasaanNya, sebagai bentuk ucapan terima kasih, sebagai persembahan, sekaligus sebagai permohonan keselamatan dan sebagainya.

Manusia pun tidak bisa lepas dari upacara, jka ia memang mengerti tentang kewajibannya. Dan di jaman modern ini, yg notabene tidak bisa tidak lepas dari sisi ekonomi, maka kecendrungan untuk menjadi manusia yg hedonis, manusia yg konsumtif dan homo homoni lupus (manusia makan manusia) adalah sebuah keterprosokan sendiri oleh perkembangan jaman.Seperti pula yg diketahui kebutuhan pokok dibagi menjadi tingkatan tingkatan. Primer yang utama (sandang papan pangan), sekunder, tersier dan kuarter. Pada jaman moderintas ini, maka disebutkan pengeluaran upacara akan cenderung dikatakan kebutuhan tersier (sukarsa). Jadi dapat disimpulkan upacara akan menjadi barang atau kejadian yg dilkukan setelah kebutuhan primer sekunder dipenuhi.

Agama hindu sendiri, memandang upacara sebagai bagian tiga kerangka hindu. Yaitu tattwa atau filsafat, susila etika, upacara. Lalu dasar dari upacara itu dilaksanakan adalah bahwa manusia lahir memiliki tiga hutang. Tri rna, dewa rna hutang kepada tuhan karena diberikan kesempatan hidup, pitra rna hutang kepada leluhur yang telah meninggalkan segala kebaikan mereka saat hidup, serta rsi rna hutang kepada guru yg mmberikan pembelajaran menjalani kehidupan. Karena kelahiran dengan tiga hutang itu, maka panca ydnya adalh jawaban unuk membayarnya dalam kehidupan. Panca yadny yaitu dewa, pitra, rsi, mnusa, bhuta yadnya. Melalui kesadaran diri, maka kewajiban itu akan terbayarkan selama hidup ini. Jadi makna upacara bagi umat hindu adalah sangat pen5ing sampai akhir kehidupan.

Dalam bhagawadgita disebutkan jenis yadnya sebagai berikut:
dravya-yajnas tapo-yajna yoga-yajnas thatapare, svadhyaya-jnana-yajnas ca yatayah samsita-vratah
(Bhgwadgita IV 28)

Artinya: namun, ada yang beryadnya harta, beryadnya tapa, beryadnya yoga, dan yang lain ada pula beryadmya dalam pengekangan diri, swadyaya dan yadnya dalam ilmu pengetahuan, demikianlah orang yg taat dalam tapanya dan terkendali.

Yadnya adalah termasuk apa yang telah tersebutkan di atas. Dan termasuk pula dalam melaksanakan upacara adalah bahwa disadari dengan ketaatan dan pengendalian diri.

Upacara pula akan diliputi oleh tri guna. Dalam hal ini tri guna adalah tiga sifat kehidupan, yaitu sifat satwika, rajasika, tamasika. Jika digandeng berbarengan dengan upacara, maka upacara yang sattwika (terang) yaitu upacara yg dilandasi sikap tulus, iklas, bijak, penuh makna dan sesuai kemampuan. Upacara yg diliputi sifat rajasik adalah Yadnya yang didorong oleh keinginan menonjolkan diri seperti kekayaan, kekuasaan, dan hal-hal yang bersifat feodalisme: kebangsawanan, kesombongan, penonjolan soroh, dll. Dan terakhir adalah upacara tamasik, dmana tidak mengetahui arti upacara tersebut (sthiti dharma.org). Upacara pun dibagi lagi menjadi beberapa segi kemampuan peyadnya, yaitu alit,madya, utama.

Menyambung bahwa sikap modernitas mendudukkan upacara pada bagian tersier, namun apa yang terjadi di bali, bahwa ada kecendrungan pengeluaran upacara bergeser menuju wilayah sekunder bahkan primer(sukarsa). Hal ini dapat menunjukkan pula kenaikan kualitas religius dari umat hindu di Bali. Di mana kebutuhan untuk melaksanakan upacara bergeser dari kebutuhan tersier ke sekunder bahkan primer. Begitu baiknya pergeseran tersebut, namun alangkah sempurnanya jika dibarengi dengan pemahaman tulus iklas dan kesesuaian kemampuan yang menjadi ciri yadnya yang satwika.

Dari segi hubungan upacara dan filsafat, maka bahwa disebutkan semakin filsafat(tattwa) diketahui sebagai pedoman pelaksanaan susila, maka hal tersebut memiliki pengaruh negatif atas upacara (sukarsa) Maksudnya adalah dengan pemahaman filsafat, maka upacara cenderung akan semakin kecil. Mungkin adalah bahwa pengetahuan filsafat akan memberikan gambaran akan yadnya yang sattwik sehingga yadnya yang rajasik dan tamasik bisa dikurangi atau dihilangkan.

Berdasarkan pengetahuan di atas, maka sungguhlah sangat baik jika kecendrungan dari jaman modernitas yang kurang baik, seperti budaya hedonis dan konsumtif bisa ditekan dengan pemahaman tattwa dan susila. Tercermin pula dalam segi upacara di mana kebutuhan pemenuhan keinginan untuk melaksanakan atau membayar yadnya, menjadi kebutuhan yang penting seperti kebutuhan sekunder (pendidikan, trnsportasi, keamanan, masa depan) dan bahkan menuju kepentingan primer. Hal ini menunjukkan tingkat keberpamahaman agama yang tinggi dari umat hindu Bali itu sendiri. Di sisi lain adalah hal tersebut dapat ditingkatkan dengan tinjauan ke “dalam”, agar seyogyanya upacara tersebut ditinggikan menuju ke tingkatan satwika. Namun akhrinya dapat disadari bahwa kualitas dari keberhubungan umat hindu terhadap Sang Pencipta khususnya di Bali adalah unik karena mampu masuk menjadi kebutuhan utama. Ini juga mencerminkan bagaimana wajah dan hati dari keberpahaman umat.

Disadari bahwa upacara atau yadnya itu adalah suatu kebutuhan yg benar2 membuat perasaan berbahagia. Ibaratnya ketika itu menjadi kebutuhan primer, maka ketika makan tidak lengkaplah tanpa mlksanakan yadnya dahulu. Hal itu sudah sangat sejalan dengan sloka

bhgwadgita sloka III-13..orang orang baik yg makan sisa persembahan kurban, akan terlepas darindosa, tetapi orang2 jahat yg mempersiapkan makanan bagi dirinya sendiri, sesungguhnya makan dosa…
Maka bahkan sebelum makan mlksanakan yadnya, yg artinya itu bisa melepas segala dosa tri loka ini..dan sungguh pun itu adlah pelksanaan dan pengamalan dharma..seperti pada sloka..

Sarasamuscaya 1-18
Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber kebahagiaan bagi yg melaksanakan..lagipula dharma itu merupakan perlindungan orang berilmu..tegasnya hanya dharma yg dapat melebur dosa triloka ini…

Jadi dharma adalah kebenaran, dan sebagai landasan untuk melebur dosa tri loka..manusia hindu memercayai bhwa tri rna atau tiga hutang, dapat dibayar dengan panca yadnya..Namun hendaknya bahwa memasukkan unsur etika susila serta dharma dalam melaksanakan ritual itu sendiri..Maka hal tersebut akan memberikan rasa yang sattwik atau terang, menerangi dan bijak laksana pada pelaksanaan yadnya itu sendiri.. Tentunya dengan rasa tulus iklas dan kebersyukuran, yg selalu dimunculkan…Yadnya yg baik adalah tentu saja akan membuat tri maya sattwik semakin menambah .. Di mana tujuan moksah itu sendiri adalah dgan mlksanakan dan menyerap tri guna sattwikam.. selain pula keberkahan keberkahan san kebahagiaan..Rasa damai serta keberpositivan dari plksanaan yadnya, akan dikmbalikan oleh semesta maya satwik rjsik tamasik sebanding dngan karma yg dilaksanakan..sprti juga bhwa dunia ini ada karena yadnya..dan karena yadnya kita mengada di dunia ini bhkan di alam sunia nanti..

Salam gwar
Akhir 2013-okt 2014(pnambahan)
Sumber bacaan
Made Sukarsa, Biaya Upacara Manusia Bali, 2009.
Bhagawan Dwija, Tattwa Susila, dan Upacara, 2009
Sarasamuscya, bhgwdgita…

2 tanggapan untuk “Sebuah Wajah dari Upacara(ritualitas) di Bali (hindu)…

    1. Gih suksma…slamat tahun baru juga…smoga rasa kebersyukuran semakin bertambah…dan memantapkan pencapaian harapan ke depan…astu..

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.