Om Swastyastu Semoga Selalu Dalam KerahayuanNya
Nusantara merupakan suatu ruang wilayah dari sesuatu yang dapat dikatakan memiliki keagungan tersendiri, dan juga khas, unik, berbeda, menarik, serta menjadikan budaya yang jenius adiluhung. Sehingga mengenal Nusantara artinya mengenal “sang diri” dengan berbagai nuansa raya dalam bahasa kedamaian yang indah.
Kedamaian itu kemudian nampaknya berlanjut kepada khasanah keyakinan, kepercayaan yang secara spesifik tersendiri menjadi bagian perjalanan budaya, peradaban, dan dibalut religiusme di dalamnya. Namun terkadang pada pengenalan “Diri” itu sebagai pemaknaan dalam hal keyakinan / kepercayaan, perlu adanya nilai yang pas untuk memberikan identitas bagi “Sang Diri” yang menjalaninya.
Jati diri umat Hindu di nusantara, dalam perjalanannya pada ruang sejarah, atau pun pada identifikasi diri saat ini, memerlukan suatu konsep atau pandangan yang dapat membuat semakin jelasnya diri mengenal Tiga Kerangka Beragama Hindu itu. Bagaimana Tattwa, bagaimana Susila, atau bagaimana beritual berupacara yang baik. Kemudian identitas diri itu menjadi bagian yang memberikan definisi yang tepat atas Keyakinan yang dipeluk
Dalam buku yang ditulis oleh (sugra titiang) Ida Pedanda Gede Wayahan Keniten, maka sangat penting sekali untuk mengetahui identitas Kehinduan, karena pada dasarnya dari keberagaman jalan dari Hindu itu, karakteristik tersendiri, kitab suci sendiri, sadhana sendiri, doktrin ajaran sendiri, ritual yang khas, kosmologi kosmogoni tersendiri, yoga tersendiri, konsep moksa tersendiri, dan konsep filsafat tersendiri (Pdd. Wayahan Keniten,2021:1). Tentu saja semua masih memiliki DNA yang sama, sebagai bagian sanatana dharma, atau bersumber pada weda.
Selanjutnya bahwa sesuai dengan sejarah yang ada, sinkritisme atau peleburan pada berbagai mashab atau sekte – sekte terjadi di Bali. Ini terjadi pada jaman Mpu Kuturan waktu itu. Berbeda dengan keterjadian atas sekte-sekte yang ada di India Bahwa itu ketika terjadi perpecahan atas sekte yang ada, kemudian tidak ada sinkretisme di wilayah itu, dan masih kemudian terjadi saling serang dalam polemik teologis. Di Bali semua itu tidak terjadi, karena diluluhkan disinkretiskan pelbagai aliran-aliran sekte yang ada.
Perbedaan keterjadian inilah yang menjadi awal suatu permasalahan yang mempertanyakan identitas dari Kehinduan Nusantara terutama Bali. Tidak adanya penyatuan sinkretisme di India, akan membuat suatu mashab berjalan sendiri-sendiri yang membuat polemik teologis itu terjadi dan terus berulang-ulang. Ini memberikan anggapan keliru yang disematkan terhadap pelaksanaan Kehinduan Nusantara itu. Dikatakan mengutamakan banten, bertentangan dengan weda, tidak relevan, agar back to weda, himsa dari yadnya. Dan ini juga terjadi dari Non Hindu yang mengatakab bahwa sebagai agama budaya, agama berkotak-kotak,agama bumi, politheisme, berhala, dupa memanggil setan, pemborosan materi untuk upacara, membakar jenasah adalah kejam, dan lainnya. Ini memberikan pesan bahwa pengetahuan mengenai identitas diri sangat layak untuk diketahui. (Pdd. Wayahan Keniten; 2019; 3)
Mengutip juga dari Swami Vivekhananda, bahwa gerakan fanatisme bisa berasal dari konsep bhakti yang memang dikatakan jalan termudah, jalan yang paling wajar untuk mencapa tujuan keimanan seseorang, namun kelemahannya ada jalan ini acapkali membuat seseorang menjadi fanatisme berlebihan , sehingga merosot dari tujuan awalnya. Oleh Rangananthananda menyebutkan bahwa seseorang yang lemah belum berkembang jiwanya hanya mendapatkan satu cara untuk mencintai cita-citanya sendiri dan membenci cita-cita orang lain. Kemudian oleh Radhakhrisnan sekte yang ada hanya menggunakan satu kitab saja, seperti catur weda saja, upanishad saja, purana saja, itihasa saja sehingga memunculkan berpuluh-puluh orang suci, swami, baba, dan lainnya. Cenderung juga mengatakan ajaran mereka paling benar yang lain salah. (Pdd.Wayahan Keniten;2019;4)
Maka sangatlah baik ketika kita lebih mengenal tentang “diri” kita, keyakinan kita. Mengenal tentang tattwa serta jnana yang ada, dan memahami konsep identitas diri kita. Sehingga dengan itu ada kekuatan mental, spiritual tersendiri juga kolektif untuk tetap menjalani, menjaga, memahami, juga mencintai identitas diri kita sendiri, dalam ruang Nusantara yang Raya.
Sekilas tentang sinopsis bab pertama dari Buku yang luar biasa, yang ditulis oleh (sugra) Ida Pedanda Wayahan Keninten dari Griya Tengah Klungkung. Perkenalan pada Bab 1 akan membawa kita untuk senantiasa membuat ruang Sang Jnana menjadi lebih terisi untuk ke depannya. Dan berbagai pertanyaan di atas dapat terjawab dengan cara masuk ke dalam ruang pembacaan ini, baik saat ini atau ke depannya.
Bersambung
Gus Lingga
Kalvatar Tastra Aksara
Untuk info pemesanan buku silakan
WA 081999012570

