Tuhan…Tuhan yang memiliki semesta serta merupakan poros perputaran Utpetti, Sthiti dan Pralina adalah yang segalanya.Artinya adalah Ia saking besar serta maha luasnya, tidak dapat terbingkai oleh satu definisi mutlak akan diriNya. Dan bahwa Ia yang penguasa, tidak dapat dibingkai oleh sederet kata-kata yang pas.
Neti-Neti, bahwa Brahman, Sang Hyang Widhi wasa dikatakan bukan ini bukan itu, artinya adalah saat suatu penggambaran atau definisi melibatkan IA,maka Ia adalah bukan yang didefinisikan,dan Ia juga bukan yang tidak didefinisikan. Seperti seorang yang mencari “pikiran” secara material dan berbentuk. Jelaslah mustahil memperlihatkan atau memandang pikiran sebagai benda. Merupakan sebuah metafisis atau abstrak. Saat kita berpikir, dan mungkin materi pikiran akan dapat diduga dan diberi “nilai” saat dilisankan atau dituliskan atau didiskusikan. Namun bentuk yang ada masih abstrak yang tidak bisa dinilai secara sangat tepat.
Seperti itu pikiran, seperti itu lebihNya yang kuasa, dimana tidak bisa dilingkupi suatu yang disebut penyebutan. Sehingga Acintya (tak terpikirkan) menjadi suatu yang pasti dan dibatasi oleh Neti-neti. Tuhan apakah berada di sebuah batu?Lalu dengan itu kita definiskan keberhalaan??maka “nilai” sebuah batu menjadi lenyap. Karena kembali bukan batu. Namun apakah Ia berada di atas di langit ke tujuh? Maka bisa saja, namun neti neti, IA kembali dikatakan dekat sedekat urat lehermu.
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
Sebagai sebuah kekuatan Nirguna, tidak memiliki suatu sifat tertentu, maka saat kesifatan dileburkan ke Ia, menjadi Ia Saguna Brahman, yang sesuai dengan keinginan PenyembahNya yang memang merindukan dan mencintaiNya sebagai pengabdi. Sifat Sarwagatah ada dimana-mana. Jika terungkapkan Ia, maka “penilaian” akan Ia kembali lenyap, dan transenden ke Kuasa diriNya. Ia Paraatman, tempat kembalinya atman-atman. Ia tidak berhak diberikan “nilai”, karena kemutlakannya itu lebur bersama Ia yang Ia mau, namun tetap Ia adalah Ia brahman yang Agung yang tetap suci dan tetap (sanatana) dan Nitya(abadi).
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
Dan bagaimana dengan falsafah Aham Braman Asmi, atau pula moksartham jagadihta,serta mungkin manunggaling Kawulo Gusti? Dimana menyatakan aku adalah tuhan (brahman), serta persatuan antara Kawula(abdi) dengan Gusti (para atman). Ekstasi itu yang terjadi, seperti pada saat melakukan semadhi atau tapa brata, adalah pengalaman paling pribadi,pengalaman yang memiliki makna tersendiri dan subjektif, yang tidak bisa disamaratakan kepada setiap subjek atau kepala. Jadi kenikmatan yang tiada terkatakan, dan membuat kebahagiaan (ananda) tertinggi tercapai. Kegilaan pada suatu kekuatan agung, namun kesubjektifannya atau pengalaman (prtyaksa pramana) itu menjadikan itu tidak berlaku secara universal, mengingat bahwa Ia pun tidak dapat digambarkan sama oleh hati seseorang. Tetapi tetap Ialah Ia, yang menaungi jagat raya Sang Paraatman.
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
Lalu maka Ia yang agung memberikan dasar-dasar tertentu untuk dipahami lewat jalan Dharma, jalan kebenaran hakiki dan jalan yang Agung. Dengan pengetahuan akan dharma, maka jalan yang terbuka dan bahagia akan terbentang dalam menapaki kebenaranNya yang hakiki. Etika dan susila adalah jalan yang patut dilalui dan seiringnya memberi pemahaman dunia akan keagungan dharma.Seperti pada : Sarasamuscaya 18 dharmah sada hitah pumsam dharmascaicasrayah satam, dharmallokastrayastata pravttah sacaracarah, Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya, lagi pula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka atau jagad tiga itu.
Salah satu pendefinisianNya, yang artinya dalam saguna brahman. Itu juga yang juga mendefinisikan bahwa IA yang Maha Kuasa dan sangat pantas menyandang gelar-gelar itu. Disebutkan IA sebagai Hyang Cadu Shakti, yaitu Prabhu Shakti sebagai Maha Raja diatas segala Raja, sehingga IA dapat ber-Wibhu Shakti ada di mana2 tiada terkecuali. Kemudian IA diberi gelar Jnana Shakti yang Maha Tahu, dan mengetahui apa pun, sehingga IA mampu Ber-Krya Shakti melaksanakan Utppeti Shitti Pralina maha Karya, mencipta memelihara melebur..
Kemudian IA memiliki gelar delapan sifat kemahakuasaan. Yaitu Asta Aiswarya, sebagaimana disebutkan :
*Mahima Hyang Maha Besar melingkupi segalaNya..
*Laghima Hyang Maha Ringan…
*Anima Hyang Maha Halus tiada tempat yang tidak adaNya..
*Prapti dapat mencapai segala tempat..
*Isitwa melebihi SegalaNya..
*Prakamya KehendakNya selalu tercapai..
*Yatrakamawasayitwa artinya TakdirNya selalu tercapai dan tidak bisa diubah..
Maka semoga dengan mendefinisikanNya (dengan bahasa dharma), akan sampai semakin dekat kepadaNya (walau itu belum benar tepat adaNya). Dan karena gelar itu, belum juga sesempurna seperti yang seharusNya dan sebenarNya IA. Belum cukup tinta seluruh samudra habis membicarakanNya, dan luas semesta belum juga mampu mengungkapNya..
Rahayu..
Gwar..
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
Sanghyang widhi itu sendiri adalah batasan oleh pikiran pada yg bukan ini, bukan itu.
Bukan ini, bukan itu merupakan sesuatu dimana pikiran dg berbagai konsepnya tidak bisa menembusnya
SukaSuka
Terima kasih sudah mampir..
DefinisiNya adalah luas, dan acintya tidak terpikirkan..sehingga ahamkara ego, tidak bisa akan menampungNya, kecuali “menyerah” dan memberikan ruang agar semuaNya itu diisi olehNya sampai mendalam…dan tanpa ujung..
Maka sloka mnyebutkan, merenungiNya adalah hal terbaik sbagai bahan perenungan..
Rahayu..
Terima kasih bli..
SukaSuka