Melihat..seperti suatu pekerjaan indera yang pasti dilakukan setiap harinya. Dalam menuju pemahaman akan turunan melihat, maka ada melihat untuk mengenal, melihat untuk meneliti, sembari tentunya memahami sekelilingnya dengan indera mata. Dari indera mata, maka tersirat sebuah pemahaman akan kondisi tertentu di lingkungan sekelilingnya. Bahkan dengan melihat, maka apa yang menjadi idealnya suatu dunia itu pun bisa ditelaah. Tentu saja selanjutnya menjadi dasar untuk mencari solusi terkait ketidakseimbangan idealitas pada realitas.
Melihat...tentu saja terkadang bisa menimbulkan sensasi, ketika ketidaksesuaian antara realitas dan BAIKnya yang ada menjadi ruang yang mengungkap rasa yang sedikit kelam di hati. Namun pertanyaannya selanjutnya akan memberikan sedikit fikir sebelum itu menuju ke ranah solusi. Dasar yang digunakan untuk melihat itu APA??…Apa di sini dalam arti Kaca mata yang bagaimana yang digunakan. Apakah kaca mata itu sesuai, atau kaca mata itu belum sesuai? atau kah apakah perlu sebuah kacamata?
Kaca mata…Begitu banyak versi model kaca mata yang digunakan, bahkan terkadang cenderung memaksakan versi dan model. Dan akhirnya malah meniadakan sisi kaca mata yang digunakan atau diberikan label “BAGUS dan LAYAK”. Kaca mata yang secara umum diterima oleh seluruh manusia yang berharkat dan martabat tentunya. Itu pun masih menjadi sebuah perjalanan yang sangat panjang serta selalu berubah untuk nanti menjadi kacamata “UTOPIA” mungkin??..
Tuhan…Bagaimana jika sebuah jawaban dan solusi atas ketidaksesuaian dunia itu dengan menggunakan bayangan yang jatuh di mata Tuhan Yang terlewati dari sebuah Kacamata Tuhan. Di saat kita menggunakan kaca mata (Tuhan) apakah kita masih atau mampu melihat dunia dari kehendak yang IA (Tuhan) inginkan?..Atau jangan-jangan malah bertambah jumlah dari ketidaksesuaian itu sendiri. Bertambah yang seharusnya indah di dunia menjadi sesuatu yang tidak indah. Dengan asumsi jelas indahnya Tuhan adalah mutlak, Karena IA menciptakan dunia untuk melihat diriNya, seperti itu IA bersabda sebelumnya lewat pengetahuan yang sedianya diberikan mengada oleh kemaha-kehendakNya. Atau malah yang tidak indah di kaca mata terdahulu, menjadi suatu keindahan akan nikmatNya di dunia. Mungkin saja, namun sampai saat ini mari mengenakan kaca mata(Tuhan) itu, dengan satu pertanyaan apakah itu sama-sama Tuhan kita??
Sebuah Keniscayaan…Di saat suatu barisan akan kebhinekaan namaNya, ada yang bisa di sadari bahwa masa depan yang mungkin penuh kekelaman, penuh perang, penuh kepesimisan agak sedikit berkurang dengan membeli atau sekedar membayangkan memiliki kaca mataNya (Tuhan). Dari banyak yang menyimbolkan IA (Tuhan), baik yang dengan ketat atau dengan kelonggaran yang terbatas, tentunya di sisi akhir nanti (atau suatu tanpa akhir) bahwa Keindahan itu sebenarnya sama, bukan harus sama, atau tidak boleh sama. Karena di akhirnya dunia akan menjadi apa yang IA inginkan sebagai cerminNya bahkan sebagai DiriNYA di mana Teologi itu bersabda dulu. Bagaimana bahwa pengetahuan adalah sebuah jalan untuk mencapai apa yang pengetahuan inginkan. Yap sebuah Utopia. Utopia yang sangat bermakna, Utopia yang menjadi dambaan, menjadi indahnya bayangan di balik pengenaan kacamata Tuhan. Permasalahannya,hmmm..atau bahkan bukan masalah apakah utopia itu hadir di sini atau hadir di “sana”. Yang pasti, selamat menggunakan Kaca mataNya. Kaca mata Tuhan..
Gwar..29 sept 2013