Om swastyastu.
Awighnam astu namo sidham
Ksama sampurna ya namo nama swaha..
Kembali membahas tentang Susila dalam sloka, maka sad ripu adalah pengetahuan tentang kesusilaan itu sendiri. Sebagai enam hal yg hendaknya dikendalikan agar mampu meningkatkan kualitas diri sebagai insan Hindu yg menjunjung dharma sebagai pandangan hidup.
Saat ini mari membahas tentang Matsarya juga Lobha dalam beberapa sloka yg terdapat pada kitab-kitab yang beraroma KeHinduan itu sendiri. Maka sad ripu sendiri terdiri dari enam sifati yg hendaknya bisa dikekang agar itu mampu bernilai positif bukan sebagai musuh.
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
Pada dasarnya enam musuh itu adalah moha, mada, matsarya, Lobha, kama, krodha. Yaitu bingung, mabuk, iri, serakah, hawa nafsu, dan kemarahan. Ada beberapa sloka dri teks-teks suci weda yaitu sarasamuscya dan juga bhagawadgita sbagai weda dlam konsep bagian itihasa. Yaitu epos yg dikatakan sbagai awal pertama untuk mempelajari memahami weda itu sendiri.
Untuk saat ini, mari membahas tentang Matsarya, yaitu sifat keirihatian seseorang terhadap yg lainnya, yang sehingga membuat orang itu menjadi membenci dan sampai juga memfitnah (raja pisuna) sehingga membuat dirinya jatuh ke dalam kesakitan hati, duka lara rogha dan kualitas dirinya menurun menuju keadharmaan
Hal ini dapat kita simak pada sloka sarasamsucya yg digubah oleh bhagawan Wararuci yg menjelaskan tentang kesusilaan yg berasal dari Epos Mahabrata..
* Matsarya*
Matsarya disebut juga iri hati. Manusia yang memiliki sifat seperti ini, dalam Sarasamuscaya adalah manusia yang tidak mengalami kebahagiaan abadi dan menimbulkan hanya kesengsaraan dalam kehidupannya. Seperti disebutkan dalam :
Sarasamuscaya 88
Abhidhyaluh parasvesu neha namutra nandati, tasmadabhidhya santyajya sarvadabipsata sukham.
Hana ta mangke kramanya, engin ring drbyaning len, madengki ing suhkanya, ikang wwang mangkana, yatika pisaningun, temwang sukha mangke, ring paraloka tuwi, matangnyan aryakena ika, sang mahyun langgeng anemwang sukha.
Artinya : Adalah orang yang tabiatnya menginginkan atau menghendaki milik orang lain, menaruh dengki iri hati akan kebahagiannya; orang yang demikian tabiatnya, sekali-kali tidak akan mendapat kebahagiaan di dunia ini, ataupun di dunia yang lain; oleh karena itu patut ditinggalkan tabiat itu oleh orang yang ingin mengalami kebahagiaan abadi.
Jadi iri hati hanya menghasilkan ketidaktenangan dalam hidup. Yang harus manusia lakukan agar terhindar dari iri hati dapat dilihat pada sloka berikut.
Sarasamuscaya 89
Sada samahitam citta naro bhutesu dharayet, nabhidhyayenne sphrayennabaddham cintayedasat
Nyanyeki kadeyakenaning wwang ikag buddhi masih ring sawaprani, yatika pagehankena, haywa ta humayamakam ikang wastu tan hana, wastu tan yukti kuneng, haywa ika inangenangen.
Artinya : Nah inilah yang hendaknya orang perbuat, perasaan hati cinta kasih kepada segala mahluk hendaklah tetap dikuatkan, janganlah menaruh dengki iri hati, janganlah menginginkan dan jangan merindukan sesuatu yang tidak ada, ataupun sesuatu yang tidak halal; janganlah hal itu dipikir-pikirkan.
Kesengsaraan juga menjadi akibat yang ditimbulkan iri hati kepada sesama. Hal tersebut ada pada sloka berikut :
Sarasamuscaya 91
Yasyerya paravittesu rupe virye kulavaye, sukhasaubhagyasatkare tasya vyadhiranatagah
Ikang wwang irsya ri padanya janma tumon masnya, rupanya, wiryanya, kasujanmanya, sukhanya kasubhaganya, kalemanya, ya ta amuhara irsya iriya, ikang wwang mangkana kramanya, yatika prasiddhaning sanngsara ngaranya, karaket laranya tan patamban.
Artinya : Orang yang irihati kepada sesanya manusia, jika melihat emasnya, wajahnya, kelahirannya yang utama, kesenangannya, keberuntungannya dan keadaannya yang terpuji; jika hal itu menyebabkan timbulnya iri hati pada dirinya; maka orang demikian keadaannya itulah sungguh-sungguh sengsara namanya, terlekati kedukaan hatinya yang tak terobati
Jadi jika ingin di dunia berbahagia, maka manusia hendaknyalah menghindari sifat iri hati ini. Karena iri hati hanya akan menimbulkan kesengsaraan semata bagi siapa-siapa yang terjangkiti olehnya.
Kemudian bisa dijelaskan tentang matsarya melalui sloka bhagawadgita yang merupakan intisari dari epos Mahabrata.
Matsarya adalah rasa iri dengki kepada sesuatu yang dimiliki oleh orang lain..Secara kasar maka itu bisa terjadi karena iri akan harta yang telah dimiliki, iri kepada kebahagiaannya, atau iri pada pemahamannya.. Iri adalah ketidakmampuan diri menandingi siapa yang di dengkikan..Sebuah makna yang suci adalah, tamasika guna ini akan menghancurkan diri sendiri untuk menuju “pulang”.
**Bhagawadgita 3-31**
Ye me matam idam nityam anustishanti manavah, sraddhavanto nasuyanto mucyante te pi karmabhih
Artinya: Orang orang yang melakukan tugas tugas kewajibannya menurut perintah-perintah KU(Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa) dan mengikuti ajaran ini dengan setia, bebas dari rasa iri, dibebaskan dari ikatan perbuatanyang dimaksudkan untuk membuahkan hasil..
***Bhagawadgita 3,52**
Ye tv etad abhyasuyanto nanutishante me matam, sarva-jnana-vimudhams tan viddhi nastan acesatah..
Artinya :Tetapi orang yang tidak mengikuti ajaran ini secara teratur karena rasa iri dianggap kehilangan pengetahuan, dijadikan bodoh dan dihancurkan usahanya mencari kesempurnaan.
Maka iri hati sangat menjadi hal yg membuat seseorang itu tidak bisa maju dalam kehidupannya. Lebih sibuk melihat orang lain, kemudian lupa atas apa yg telah ia miliki dan dapatkan.
Demikian yang bisa disimak dari beberapa sloka dari bhagawadgita atau pun sarasamuscaya mengenai matsarya ripu.
Kemudian selanjutnya adalah tentang lobha atau keserakahan. Maka ini merupakan jurang manusia menuju pada keadharmaan dimana ia bisa lupa dalam kebersyukuran, serta bisa menuju pada prilaku adharma, seprti penggelapan, pencurian, atau perampokan (asteya), dan juga melakukan penipuan. Dimana ini menjauh dari sifati kedharmaan itu sendiri.
https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
*Lobha*
Lobha artinya kerakusan. Artinya suatu sifat yang selalu menginginkan lebih melebihi kapasitas yang dimilikinya. Untuk mendapatkan kenikmatan dunia dengan merasa selalu kekurangan, walaupun ia sudah mendapatnya secara cukup. Seperti misal lobha dalam mendapatkan harta seperti disebutkan dalam :
Sarasamuscaya 267.
Jatasya hi kule mukhye paravittesu grhdyatah lobhasca prajnamahanti prajna hanta hasa sriyam.
Yadyapin kulaja ikang wwang, yan engine ring pradryabaharana, hilang kaprajnan ika dening kalobhanya, hilangning kaprajnanya, ya ta humilangken srinya, halep nya salwirning wibhawanya
Artinya : Biar pun orang berketurunan mulia, jika berkeinginan merampas kepunyaan orang lain; maka hilanglah kearifannya karena kelobhaanya; apabila telah hilang kearifannya itu itulah yang menghilangkan kemuliaannya dan seluruh kemegahannya.
Ini disebutkan orang yang terlalu rakus dan loba akan kepemilikan orang lain, maka ia akan kehilangan kemuliannya dimulai dari kehilangan kearifannya, karena ia sudah berlaku buruk. Jadi rugi akan segala yang telah ia punya akibat kelobaannya itu.
Apalagi jika rakus sampai menyerobot kekayaan orang lain. Kemiskinan dan hasil buruk di kehidupan yang akan datang akan jadi balasannya. Seperti tercantum dalam:
Sarasamuscaya 360
Musnam daridratyabhihanyate ghnan pujyunamasampujya bhavatyapujyah, yat karmavijam vapate manusyah tasyanurupani phalani bhumkte.
Ikang akelit ring paradrwya nguni ring purwajanma, daridra janma nika ring dlaha, ikang amati nguni pinatyan ika dlaha, sangksepanya, salwining karma wija inipuk nguni, ya ika kabhukti phalanya dlaha.
Artinya : Yang menyerobot kepunyaan orang lain waktu hidupnya dulu, dilahirkan menjadi orang miskin di kemudian hari ; yang membunuh pada waktu hidupnya dulu akan dibunuh dalam hidupnya kemudian; singkatnya, semua benih perbuatan yang ditabur dan dibiakkan dulu, buahnya itulah yang dinikmati kemudian.
Hal tersebut adalah hukum kamarphala. Maka dihindarilah sebaiknya loba atau rakus akan hak milik orang lain yang mengakibatkan buah hasil perbuatan menjadi buruk di kemudian hari.
Loba dalam sarasamuscaya disebutkan juga sebagai penyebab dari kebodohan. Kebodohan yang juga akan membawa manusia ke jurang kesengsaraan tanpa batas dan tiada bisa mengartikan dan membedakan antara baik dan buruk itu sendiri. Slokanya adalah :
Sarasamuscaya 400
Ajnaphrabhavarin hidam yadduhkhamupalabhyate lobhadeva tadajnanamajnanallobha eva ca
Apan ikang sukhadukha kabhukti, punggung sankanika, ikang punggung, kalobhan sangkanika, ikang kalobhan, punggung sangkanika, matangyan punggung sangkaning sangsara
Artinya : Sebab suka duka yang dialami, pangkalnya adalah kebodohan; kebodohan yang ditimbulkan oleh loba, sedang loka (keinginan hati) itu kebodohan asalnya; oleh karena itu kebodohanlah asal mula kesengsaraan itu.
Maka begitulah Lobha Ripu ketika disimak dalam sloka-sloka Sarasamuscaya. Kemudian juga dalam bhagawadgita disebutkan beberapa sloka tentang kelobhaan yaitu :
*Bhagawadgita 16-13,14,15*
idam adya mayā labdham
imaḿ prāpsye manoratham
idam astīdam api me
bhaviṣyati punar dhanam
asau mayā hataḥ śatrur
haniṣye cāparān api
īśvaro ‘ham ahaḿ bhogī
siddho ‘haḿ balavān sukhī
āḍhyo ‘bhijanavān asmi
ko ‘nyo ‘sti sadṛśo mayā
yakṣye dāsyāmi modiṣya
Ity ajñāna-vimohitāḥ
Artinya :
Orang jahat berpikir: Sekian banyak kekayaan kumiliki hari ini, dan aku akan memperoleh kekayaan lebih banyak lagi menurut rencanaku. Sekian banyak kumiliki sekarang, dan jumlah itu bertambah semakin banyak pada masa yang akan datang.
Dia musuhku, dan dia sudah kubunuh, dan musuh-musuhku yang lain juga akan terbunuh. Akulah penguasa segala sesuatu. Akulah yang menikmati. Aku sempurna, perkasa dan bahagia. Aku manusia yang paling kaya, diiringi oleh keluarga yang bersifat bangsawan.
Tiada seorang pun yang seperkasa dan sebahagia diriku. Aku akan melakukan korban suci, dan memberi sumbangan, dan dengan demikian aku akan menikmati.” Dengan cara seperti inilah, mereka dikhayalkan oleh kebodohan.
Maka mereka yg lobha akan selalu dibarengi sbuah kata kebodohan yg rajas tamas, gelap dan lekat dengan keadharmaan. Pada akhirnya tiada sempat ia menuju sebuah peningkatan diri dalam sisi kerohanian, juga spiritualitas, atau menjadi seseorang yg berbudi pekerti. Sebuah kesia-siaan dalam hidupnya..
Begitulah beberapa sloka yg berhubungan dengan sad ripu Matsarya dan Lobha. Semoga bisa disimak dan dijadikan pedoman, atau mungkin dipahami sbagai pengetahuan yang diberikan kepada siapa saja ke depannya.
Om shanti shanti shanti om
Rahayu shanti raharja
Salam
Guswar.