Agama Schizoprenia Sebagai Kewarasan Kepada-Nya

20131028-021312.jpg

Agama saat ini adalah sebuah pegangan hidup yang mengarah pada keyakinan, keyakinan yang memercayai ada suatu kekuatan besar, sesuatu kekuatan Agung yang mengatur kehidupan ini. Agama yang telah ada (atau akan ada-mungkin) memiliki sejarah panjang dan berliku. Sejarah yang memberikan sedikit pemahaman akan pola pikir, sebuah pandangan, atau bahkan kebudayaan itu sendiri, yang tidak akan lepas dari moral, norma, dan kebenaran. Untuk pencapaian ketiganya itu sekarang adalah yang diterima secara umum dan menjadi super ego(meminjam istilah freud) di masyarakat dunia.

Di balik sejarah yang ada akan agama, telah banyak diketahui adalah bahwa agama lahir dari seseorang atau beberapa orang yang mampu menerapkan pola pikir, pemahaman, serta bahkan ritualnya kepada suatu wilayah dunia. Dan itu sampai pula menjadi suatu budaya yang turun-temurun ada sebagai nafas kehidupan. Seseorang itu, apakah itu nabi, apakah itu resi, santo, buddha, sheikh, dsb tentu saja memiliki keistimewaan tersendiri(pada jaman itu) sehingga mampu melampaui norma, memperbaiki moral, serta memperbaharui kebenaran itu sendiri. Menelisik kemampuan luar biasa itu dari sudut pandang pengetahuan sains, atau psikologi, maka kecenderungan bahwa beliau-beliau tersebut memiliki pengetahuan yang berbeda dari jamannya mengarah pada delusi, waham, serta keyakinan yang berhubungan dengan kekuatan “luar”. Pemahaman itu bisa saja dikatakan sebagai sebuah sczhizoprenia yang menyatakan diri sebagai hamba, sebagai junjungan, sebagai abdi, sebagai tuhan(kecil) dari Tuhan besar yang menguasai semesta. Itu pandangan “kasar” dari pisau psikologi ala freud atas kegilaan (pada jamannya)dari pembesar-pembesar sebuah agama. Namun di balik itu semua, ada sesuatu yang mungkin dilupakan.

Seorang nabi besar contohnya, mungkin saja memiliki keterhubungan dengan malaikat-malaikat tertentu entah dengan cara apa pun itu. Lalu apakah malaikat atau malah iblis yang berhubungan dengan nabi bersangkutan bisa dikatakan kebenarannya dengan jelas terhadap wahyu tuhan itu sendiri? Jawaban itu sebenarnya tidak sulit, jaman sebenarnya telah membuktikan kadar kemampuan suatu ide besar yang menjadikan ia sebuah tatanan moral dan norma yang mendunia. Itu membentuk peradaban tersendiri, yang artinya pengakuan secara general baik dari sisi manusianya atau pun semesta (secara spirit) adalah sebuah bukti akan kalimat pertama di atas.

Seperti pula seorang yang berkepribadian sebagai atau dianggap sebagai titisan Tuhan. Titisan tuhan yang dimiliki oleh umat manusia, Ia yang mencerahkan,Ia yang mengajak manusia yang meyakiniNya sebagai Tuhan. Tentu saja memiliki kemampuan mumpuni dan merupakan suatu cermin selayaknya Tuhan ketika dimanusiakan. PertanyaanNya bagaimana Ia bisa me”rasa” dan mengakui serta melakukan perbuatan Tuhan di dunia? Apakah me”rasa” pula berarti sebagai sebuah tanda-tanda schizoprenia?

Kelahiran seseorang untuk menjadi seorang yang bisa mengubah jaman, adalah suatu misteri tersendiri. Apakah itu suatu bakat, apakah itu suatu pembelajaran, atau apakah memang seperti itu. Seperti suatu takdir, seperti suatu yang memang harus terjadi pada jamannya. Contohlah yesus, muhammad, buddha, musa, resi, atau di nusantara ada wali songo, syeh siti jenar, mpu kuturan, danghyang dwi jendra, sabdo palon, dsb. Beliau-beliau itu adalah seorang yang mendobrak jaman pada waktu itu. Mendobrak sebuah norma-norma yang lazim, menjadi diperhalus, disempurnakan, dikurangi, ditambah, dan menjadi suatu moralitas baru. Bagaimana sebuah ide dan pemahaman brilian itu menjadi diikuti dan membuat tambahan peradaban? Hal itu adalah menjadi suatu karya yang “agung” akan suatu kekuatan semesta.

Kembali lagi akan kekuatan agung itu sendiri, tentu saja dunia memiliki sebuah dogma atau aturan tersendiri yang rahasia, bagaimana sebuah jaman itu layaknya ada. Dan seorang yang berkepribadian super dan memiliki hati serta mental dan ia yang memili,i kekuatan dashyat dalam diriNya, yang dikatakan berbeda atau pula bahkan dikatakan waham dari masyarakat sekitarnya. Jika mereka dikatakan sebagai schizoprenia, tentunya kegilaan mereka diterima, bisa dikatakan sebagai suatu keyakinan akan kekuatan Agung itu sendiri, kedekatan kepdaNya, keintiman denganNya, kegilaan bagiNya. Mengutip sedikit dari Khrisna saat ia dikatakan gila oleh musuhnya ” iya kalian aku mereka semuanya sama-sama gila, tetapi bedanya kalian gila harta, kekuasaan, gila wanita, gila dunia, dan aku gila akan tuhan” . Jadi apakah ada korelasi antara keintiman merka kepada Tuhan ( kekuatan agung) dengan kegilaan yang sanggup mengubah jaman itu sendiri.

Pada dasarnya manusia sendiri adalah suatu bagian dari percikan kekuatan itu. Ada suatu rekaman alam bawah sadar murni manusia yang berevolusi dari jaman ke jaman dan menetap pada genetika turunannya. Mungkin pula alam bawah sadar itu terbangunkan entah dengan suatu gejolak yang misterius untuk membuka kotak berlian semesta di alam bawah sadar itu lingkungan dan dunia. Perlu diketahui bahwa dalam pembahasan psikologi oleh jung, dikatakan alam bawah sadar manusia terkoneksi antara satu dengan lainnya dan merupakan bagian dari system yang besar di semesta. Cara membuka konektivitas itu adalah dengan memandang dan mengetahui kepribadian dari Sang kekuatan itu sendiri, memahaminya adalah sebuah perjalanan kehidupan yang memuat rekaman hari ini esok dan masa depan. Berlangsung dan membentuk jaman serta peradaban sampai nanti akhir jaman itu sendiri. Pemahaman akan berubahnya jaman serta kebudayaan lewat perkembangan agama, adalah tidak lepas dari ilmu pengetahuam itu sendiri. Ilmu yang menyangkut pula sejarah, agama, bahkan psikologi manusia itu sendiri. Tentunya ikhwal mimpi dunia ke depannya adalah sebuah titik jejak pemegang kekuasaan alam semesta dari penguasa alam itu sendiri. IYa semua memang gila, tapi gila padaNya adalah suatu kewarasan yang paling waras di dunia.

Salam gwar. Okt 2013
<

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.